Logo

Logo

Friday, September 01, 2006

The Enemy Within

Judul Buku : the Enemy Within
Tipe : Ringkasan Buku
Pengarang : Kris Luggagard
Diringkas oleh : Henry Raharja

Bagian I
Kuasa dosa: apakah itu?

Pada waktu kita akan maju berperang maka secara logika kita harus mengenal musuh yg harus kita hadapi, bukan mengenal secara sembarangan tapi mengenal musuh secara terperinci dan baik yg akan membuat kita dapat melawan musuh tersebut. Kita sadari bahwa kuasa dosa terus menekan kita dan membuat posisi kita untuk jauh dari Tuhan. Hal ini juga dialami oleh Paulus sendiri di dalam kehidupan dia sebagai orang percaya. Di dalam Roma 7, terlihat jelas bahwa Paulus juga mengalami hal yang sama di dalam peperangan melawan kuasa dosa. Bahkan kadang-kadang berada dalam posisi yang hampir tidak berdaya, berteriak di ambang kekalahan (Roma 7:23-24). Akan tetapi akhirnya dia sendiri telah memenangkan pertempuran dan akan menerima mahkota kebenaran dari Tuhan. (2 Timotius 4:7-8)
Ada 4 hal kebenaran mengenai dosa yang membuat Paulus rendah hati di dalam pertempuran ini :
Dosa yang hidup dalam diri kita adalah sebuah “hukum” (Roma 7:20,23)
Paulus menggunakan kata “hukum” untuk menyatakan kuasa, otoritas, paksaan dan kontrol yang digunakan oleh dosa di dalam hidup kita. Dan Paulus menggunakan kata “hukum” sebagai suatu ironi, karena semestinya hukum Allah yang menguasai hidup kita akan tetapi hukum dosa yang tampaknya seringkali menang dalam pertempuran. Dosa dilihat sebagai hukum karena mempunyai kekuatan bahkan di dalam hidup orang percaya untuk menekan kita ke dalam cetakannya yang jahat. Dalam hal ini Yesus Kristus sudah menggulingkan pemerintahan dosa, melemahkan kuasanya, dan membunuh akarnya sehingga dosa itu tidak akan bisa menghasilkan buah kematian kekal dalam diri orang percaya. Akan tetapi dosa tetaplah dosa, sifat alami dan tujuannya tetap tidak berubah. Peperangan masih terus berlanjut sampai kedatangan Yesus Kristus yang kedua, barulah peperangan ini berakhir dan kuasa dosa akan diceraiberaikan.

Kita menemukan hukum dosa ini dalam diri kita
Di dalam Roma 7:21 Paulus menemukan bahwa hukum dosa berada di dalam diri kita. Dan kita sering tidak menyadari bahwa hukum itu terus bekerja di dalam hidup kita. Bagi orang tidak percaya, hukum dosa ibarat sungai yang meluap, menghanyutkan dan tidak dapat diukur kekuatan arusnya. Karena mereka telah menyerahkan diri mereka untuk turut hanyut dalam aliran arus tersebut. Beda halnya dengan orang percaya yang terus berenang melawan arus, berusaha sekuat tenaga untuk melawan kekuatan dosa tersebut.

Kita menemukan hukum dosa ini pada saat kita berada dalam kondisi kita yang terbaik
Sekalipun hukum dosa begitu kuat, ia tidak berkuasa atas hati orang percaya. Tapi ada suatu keunikan di dalam dosa bekerja yaitu pada saat kita paling ingin melayani Allah, mematuhi Allah maka hukum ini mulai bekerja dengan keras. Sedangkan pada saat kita mengalami kemunduran, atau tidak mempedulikan hal-hal mengenai Allah, maka hukum ini tidak terlalu bekerja dengan keras. Tetapi hukum dosa bukanlah yang diktator atas diri orang percaya. Seperti di dalam Roma 7:21 di mana Paulus selalu ingin menyenangkan Tuhan, memuliakan-Nya, melayani umat-Nya, menghormati nama-Nya. Yohanes juga berpendapat hal yang sama (1Yoh 3:9) yang melihat bahwa benih dari Allah ada di dalam diri orang percaya yang tidak mungkin hidup berdampingan dengan dosa. Hal ini yang membedakan antara orang percaya pada keadaan mereka yang terburuk dengan orang tidak percaya pada keadaan mereka yang terbaik. Pada saat orang percaya tersandung dan tampak dikuasai oleh tirani dosa, hati barunya tetap membenci dosa. Akan tetapi orang tidak percaya yang penampilan tampak lemah lembut dan terhormat., jika Allah menghilangkan anugerah-Nya yang mengekang orang tersebut, maka akan sukarela bahkan menikmati penyerahan dirinya pada dosa.

Hukum dosa ini tidak pernah berhenti bekerja
Setiap orang percaya selalu mempunyai keinginan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan hati Tuhan. Bisa berupa adanya keinginan secara umum dan terus menerus atau bisa berupa keinginan yang timbul dari kewajiban tertentu dalam pikiran yang ingin dilakukan (doa pribadi, perpuluhan). Dan hukum dosa selalu terus melawan keinginan tersebut. Walaupun kita hanya ingin melakukan tugas sederhana bagi Allah, maka dengan secepatnya dosa melawan akan keinginan tersebut dengan membuat kita mengantuk, malas, pelit atau ambisius, dll.

Satu-satunya aturan moral yang berotoritas bagi orang percaya adalah kerajaan dan pemerintahan Allah. Dan dosa adalah perampas takhta yang kadang-kadang dapat memaksakan dirinya pada kita. Sekalipun kita bangkit dan mengatakan bahwa ia tidak mempunyai otoritas tapi dosa dapat mendorong kita kesana-kemari dengan janji-janji dan ancaman-ancaman. Seperti di dalam Ulangan 27 dan 28 di mana setengah suku bangsa Israel berdiri di lereng gunung Ebal dan setengahnya lagi berdiri di seberang lembah gunung Gerizim. Mereka yang berada di gunung Ebal meneriakkan kutuk atas orang-orang yang tidak mematuhi hukum; sedangkan yang berada di gunung Gerizim mengumumkan berkat-berkat bagi orang-orang yang mematuhi hukum. Jika di balik ancaman-ancaman dan janji-janji demikian terdapat suatu kuasa yang bisa menjadikan mereka orang-orang yang baik, orang-orang akan termotivasi untuk menaatinya.

Upah-upah yang dijanjikan dosa
Kenikmatan-kenikmatan karena melakukan dosa adalah upah yang ditawarkan oleh dosa. Upah yang menyebabkan orang rela menjual jiwanya. Ibrani 11:24-26 menceritakan adanya peperangan dalam hati Musa yaitu pergumulan yang terjadi antara hukum dosa dan hukum anugerah. Upah yang ditawarkan oleh dosa sangatlah besar seperti kehormatan, kekayaan, intelektual, kenikmatan makanan, perempuan, dan hiburan yang sensual.

Hukuman yang diancamkan dosa
Satu hal yang harus dihadapi Musa jika ia tidak tunduk pada hukum dosa adalah hidup dalam “perlakuan yang tidak adil” dan “aib” (ayat 25-26). Inilah ancaman hukuman jika tidak mematuhi hukum dosa dan segala macam kejahatan, masalah, dan bahaya diancamkan terhadap semua orang di dunia yang mengikut Kristus (Matius 5:10-12;24:9; Yoh 16:33; Filipi 1:29; 2 Timotius 1:8;3:12; 1 Petrus 4:12; Wahyu 2:10)

Hukum dosa bukan bekerja pada diri kita dari luar, kita memilikinya dalam diri kita. Hukum dosa bukanlah hukum tertulis yang hanya mengarahkan kita dengan perintah saja, akan tetapi berkembang biak dalam diri kita, bekerja, memaksa, dan mendorong kita dari bayang-bayang hati kita sendiri.

Dosa yang berdiam di dalam diri tidak menyenangkan
Hukum dosa telah berdiam dalam diri kita dan kita adalah rumahnya (Roma 7:17,20). Apabila dosa hanya datang sekali waktu saja, maka kita dapat melakukan banyak hal yang sesuai dengan kehendak Allah saat dosa itu pergi. Akan tetapi, ke mana pun kita pergi, apa pun yang kita lakukan, hukum dosa berjalan menyertai kita di setiap langkah.

Dosa yang berdiam di dalam diri tidak menghormati Sabat
Saat Paulus siap untuk melakukan sesuatu yang Kudus dan penuh kasih, dosa selalu berada di sisinya (ayat 21). Pada saat kita ingin berdoa, mendengarkan khotbah, merenungkan Firman, memberikan persembahan yang besar bagi kerajaan Allah, memberi semangat pada seorang saudara, menolak pencobaan. Dosa akan siap berada di hadapan kita untuk mengganggu. (ayat 18, Galatia 5:17)

Dosa melakukan pekerjaan kotornya dengan mudah
Karena dosa bekerja dari dalam, maka ia “dengan mudah menjerat” kita (Ibrani 12:1). Tidak ada tugas rohani, tidak ada hal saleh yang dapat kita lakukan tanpa merasakan terpaan angin penolakan dari dosa pada wajah kita. Pada saat Allah memerintahkan kita untuk percaya bahwa Allah baik dan bijaksana maka dosa menyelinap dengan bibit keraguan dan kecurigaan. Pada saat Allah memerintahkan kita untuk membantu sesama yang membutuhkan maka terdapat dosa ketidakpedulian dan kekikiran kita. Pada saat Allah menginginkan kita untuk mengharapkan kedatangan Kristus yang kedua dengan segenap hati maka muncul dosa, melambai-lambaikan harta duniawi di depan mata kita.

Hati adalah teka-teki yang hanya mungkin diselesaikan oleh Allah (Yeremia 17:9-10). Kita secara rendah hati mengakui bahwa hati kita tidak dapat mengetahui isi hati orang lain, akan tetapi pada kenyataannya kita bahkan tidak dapat mengenal hati kita sendiri.
Hati ternyata lebih dari sekadar rumit dan tidak terselidiki: hati “lebih licik daripada segala sesuatu” (ayat 9). Terlihat dari betapa mudahnya kita berubah. Di satu hari kita seorang yang bijaksana, hari berikutnya kita seorang badut. Kita dapat menjadi seorang yang terbuka dan sangat ceria, ataupun pendiam dan pemurung, mudah bergaul atau seorang yang benar-benar aneh, romantis atau dingin. Di satu hari Yesuslah segalanya bagi kita, pada saat berikutnya kita mencintai dunia lebih daripada Raja Midas sendiri. Atau kita tahu bahwa persekutuan pribadi dengan Allah adalah makanan bagi jiwa kita, dan kita merindukannya, tetapi kita tidak dapat menyeret diri kita dari tempat tidur, atau kalaupun kita dapat bangun, pikiran kita melayang ke seluruh penjuru dunia kecuali ke sorga.

Hati adalah pikiran yang percaya dan diterangi (Roma 10:10; Efesus 1:18), keinginan memutuskan dan mengambil tindakan (2 Korintus 9:7; Efesus 6:6) atau perasaan afeksi meliputi emosi, kerinduan, kejijikan, imajinasi (2 Korintus 2:4). Orang percaya mempunyai hati yang baru (Yehezkiel 36:26), akal budi yang baru yaitu pikiran Kristus (Roma 7:25;8:26;1 Korintus 2:16), dan keinginan-keinginan baru akan perkara-perkara Allah (Roma 7:18; 2 Korintus 5:2; Ibrani 13:18). Meskipun demikian, karya Allah atas hati yang diperbaharui ini belum selesai (1 Yohanes 3:2). Akal budi belum dapat melihat sejelas kemampuannya kelak (1 Korintus 13:9,12), keinginan-keinginan dapat terjerat (Galatia 2:11-13) dan kehendak tidak dapat sepenuhnya mengerjakan keinginan Allah (Galatia 5:17).

Jika kita berperang dengan dahsyat melawan dosa, kita akan mendapat kemenangan. Dosa akan menjadi lemah, dan kita akan bertumbuh dalam anugerah menjadi serupa dengan gambar Kristus. Tetapi peperangan ini harus dilakukan terus-menerus selama kita masih berada di dalam dunia. Jika kita memberikan sedikit saja kelonggaran kepada kedagingan kita, kita akan melihat dosa menggalang kekuatan baru dan hidup kembali. Kita bahkan mungkin akan berakhir pada posisi yang lebih buruk daripada sebelumnya (Lukas 11:24-26; Ibrani 12:1-4; Matius 16:6; Matius 26:41; Lukas 12:15; 1 Korintus 16:13; 2 Petrus 3:17).

Paulus menganggap kedagingan adalah sama dengan perseteruan dan kebencian terhadap Allah, ia menutup kemungkinan bahwa kedagingan akan tunduk kepada Allah atau bersahabat dengan Allah. Perjanjian damai antara Allah dan kedagingan adalah hal yang mustahil.
Dalam Roma 5:10, Paulus mengatakan bahwa dahulu kita adalah musuh Allah. Kristuslah Pendamai dalam Injil, menggunakan kematian-Nya untuk mematikan perseteruan antara kita dan Allah. “Manusia lama” (kedagingan) kita telah disalibkan bersama Kristus (Roma 6:6), membuatnya tidak berdaya untuk berkuasa atas kita dan memperbudak kita, serta menghasilkan buah kematian kekal dalam diri kita. Ketika Ia datang, Ia akan memusnahkan kedagingan untuk selamanya. Inilah satu-satunya cara untuk mengakhiri perseteruan ini: menghancurkannya.
Ketika anugerah Allah mengubah natur kita, ia tidak mengubah natur kedagingan. Anugerah Allah menaklukannya, melemahkannya, memberinya luka yang mematikan, tetapi niat jahatnya tetap bergelora di dalam kedagingan kita.
Allah adalah kasih. Sifat-Nya adalah keindahan dan kasih yang murni. Ia memiliki kesempurnaan yang kekal dan mestinya diingini oleh kita lebih dari segala sesuatu hingga selama-lamanya. Ia telah mencurahkan keindahan dan kasih-Nya kepada kita melalui Anak-Nya, menjadikan kita manusia baru dalam diri-Nya, mengisi kita dengan harapan dan ekspetasi bahwa pada suatu hari kita akan tinggal bersama dengan-Nya di rumah-Nya. Tetapi kedagingan yang tersisa dalam diri kita, menempatkan kita pada posisi yang mencemaskan. Kita membawa perseteruan melawan Allah di dalam diri kita, perseteruan yang tidak dapat diredakan.
Kedagingan membenci kita hanya karena Allah berada di dalam diri kita: “keinginan daging berlawanan dengan keinginan Roh” (Galatia 5:17). Jika kedagingan tidak keberatan terhadap hikmat Allah, misalnya kita dapat merenungkan kemisteriusan Injil siang dan malam tanpa menjadi letih, dan menemukan kekuatan yang tiada habisnya di dalam rencana Allah untuk menyelamatkannya. Tetapi kedagingan membenci segala sesuatu mengenai Allah, kedagingan menolak segala cara yang kita coba untuk merasakan, mengenal, dan mencintai Allah. Dan jika ada sesuatu yang memungkinkan kita mencari dan menikmati Allah, semakin keras pula perlawanan dosa terhadapnya

Bagian II
Kuasa dosa: cara ia bekerja

Selama Hawa bisa melihat dengan jelas, ia baik-baik saja. Tetapi ketika si Ular menipunya, ia makan (Kejadian 3:13). Ketika Adam mengikutinya, dosa memasuki dunia. Tipu muslihat telah dan akan terus menjadi cara operasi Iblis. Tidak seorang pun akan mengikuti Iblis jika orang itu tidak terpedaya (Wahyu 12:9;20:10).
Hukum dosa ada di dalam diri kita, karena ia berasal dari Iblis, dosa bekerja dengan cara yang sama:”Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan ‘hari ini’, supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa”(Ibrani 3:13). Paulus mengatakan bahwa sebelum kita dibebaskan oleh Kristus, kita “bebal, tidak taat, tertipu dan diperbudak oleh segala jenis hawa nafsu dan kesenangan” (Titus 3:3). Ia menyuruh kita untuk menanggalkan manusia lama kita yang terdahulu (kedagingan, hukum dosa dalam diri kita), karena manusia lama ini “menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan” (Efesus 4:22).

Kedagingan menggunakan tipuan untuk melumpuhkan penjaga jiwa kita yaitu akal budi. Akal budi adalah pengawas yang ditugaskan untuk berjaga-jaga atas jiwa kita dengan cermat dan dengan mempertanyakan, menilai, dan mempertimbangkan:”Apakah ini akan menyenangkan Allah?”, “Apakah ini sesuai dengan Firman Allah?” Jika akal budi menetapkan bahwa suatu tindakan itu benar, maka afeksi akan mengikutinya, menginginkannya, merindukan dan berpegang pada apa yang dikatakan oleh akal budi sebagai hal yang baik. Akhirnya, kehendak akan menggerakkan jiwa untuk bertindak, melakukan apa yang dikatakan oleh akal budi sebagai yang baik dan yang dirindukan oleh afeksi. Ketika masing-masing kemampuan hati melakukan tugasnya dengan baik, maka kita menaati Allah dari dasar hati kita. Tapi jika pikiran kita terbujuk untuk mempercayai bahwa dosa adalah baik bagi jiwa kita, maka afeksi memunculkan kerinduan pada dosa ini, maka kehendak kita akan menyetujuinya. Efek berantai ini akan bergulir dan kedagingan menghasilkan buahnya yang busuk dalam hidup kita.

Yakobus menulis kepada orang-orang yang mencoba berdalih tentang dosa mereka, seperti yang dilakukan Adam dan Hawa di dalam taman: menyalahkan Allah (Yakobus 1:14-15). Tetapi Yakobus mengatakan seluruh kesalahan dari dosa terletak pada diri si pendosa itu sendiri, karena dialah yang telah dibutakan oleh keinginan dagingnya sendiri.
Sasaran utama dari kedagingan adalah maut (ayat 15). Kepura-puraan apapun yang dilakukan oleh dosa akan mengakibatkan maut. Kedagingan ingin kita mempercayai bahwa akibat dari bercumbu dengan dosa sebenarnya ringan-ringan saja.
Sedangkan cara kerja kedagingan untuk membawa kita menuju maut adalah melalui pencobaan (ayat 14). Inti sari dari pencobaan adalah tipuan. Dicobai dan ditipu adalah hal yang sama.
Terdapat lima tingkatan pencobaan :
Menyeret pergi (akal budi)-pikiran terseret dari tugas-tugasnya oleh tipuan dosa
Memikat (afeksi)-afeksi dipikat dan dijerat
Membuahi dosa (dalam kehendak)
Kelahiran dosa (dalam perbuatan, perkataan, pikiran, dsb)
Maut oleh dosa (perbudakan dalam dosa adalah kematian rohani)
Tingkat kelima ini, oleh anugerah Allah, tidak pernah tercapai di dalam kehidupan orang percaya. Allah juga sering menggugurkan buah dosa dalam kehidupan orang percaya (tingkat keempat) seperti contoh ketika seorang pria mungkin memiliki nafsu berahi terhadap seorang wanita dan berniat untuk merayu wanita itu, tetapi si wanita tidak bersedia, maka si pria tetap tidak berdaya untuk melaksanakan niat kedagingannya.

Dalam sejarah ada seorang pria yang melewati ujian dengan begitu baik yaitu Yusuf. Jawaban yang ia berikan kepada istri majikannya mengajarkan kita kewajiban ganda dari akal budi sebagai garis depan pertahanan melawan tipu muslihat kedagingan (Kejadian 39:6-10). Akal budi Yusuf dilindungi oleh dua pemikiran: kebusukan dosa (“Bagaimana mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini?”) dan kebaikan dan anugerah Allah (“Bagaimana mungkin aku bisa berbuat dosa terhadap Allah?”).
Karena akal budinya siaga dan siap untuk bertindak (1 Petrus 1:13-16), ia dapat menyadari adanya tipu muslihat kedagingan dan mampu menolak cobaan meskipun cobaan ini begitu menggiurkan dan penolakannya akan mendatangkan akibat buruk yang tidak dapat ditanggung oleh kebanyakan manusia. Yusuf memilih untuk mempertaruhkan nyawanya daripada berdosa. Garis pertahanan yang pertama adalah selalu mengingat bahwa setiap dosa berarti meninggalkan Allah (Yeremia 2:19), jangan pernah melupakan pencemaran, pengrusakan, dan penajisan yang dilakukan dosa. Allah membenci dosa. Ketika Paulus mengatakan bahwa kasih Kristus telah menguasai dirinya (2 Korintus 5:14), ia menjelaskan bahwa akal budi haruslah tetap terpusat pada Allah, terutama pada anugerah dan kebaikan-Nya kepada kita. Kasih-Nya mendorong, membakar, dan menggerakkan kita untuk taat. Inilah sumber ketaatan kita, dan motif tertinggi kita untuk menemukan apa yang menyenangkan Allah dan melakukannya.

Sasaran pertama yang paling mencelakakan adalah menyalahgunakan anugerah Allah untuk membuat dosa tampak lebih tidak berdosa, lebih tidak berbahaya, lebih tidak mengancam. Kedagingan akan melemahkan keinsafan akan dosa dengan memisahkan pemulihan oleh anugerah dari rancangan anugerah. Kedagingan bekerja untuk membuat kita melupakan bahwa kita diselamatkan untuk menjadi kudus dan hanya memikirkan jika kamu berdosa, maka kamu akan diampuni. Kedagingan membuat kita ceroboh dan meremehkan dosa. Jika kita benar-benar telah melakukan perbuatan dosa, maka kita nantinya juga akan diampuni.
Kedagingan juga menggunakan tipu dayanya untuk mengusir semua pemikiran mengenai Allah dari akal budi kita dan mengisi akal budi itu dengan perkara-perkara duniawi. Kedagingan mengetahui bahwa akal budi kita tidak mungkin bisa berpusat pada Allah dan hal-hal duniawi pada saat bersamaan (Kolose 3:2; 1 Yohanes 2:15). Tipuan utama dari kedagingan adalah dengan menyelinapkan keduniawian dalam akal budi dengan disamarkan sebagai suatu keharusan.
Seperti di dalam Matius 22 mengenai kisah pesta pernikahan. Ketika pesta telah siap, raja mengutus hamba-hambanya untuk mengumpulkan para tamu. Tetapi masing-masing undangan mempunyai alasan, hal yang lebih mendesak. Mengerjakan ladang memang bisa menyenangkan Allah. Ia ingin kita bekerja keras. Kita dapat menjalankan suatu bisnis untuk memberikan kemuliaan bagi Allah, bahkan menggunakannya untuk memperluas kerajaan-Nya. Akan tetapi, di balik semua hal ini kedagingan melakukan sesuatu yang licik dan mengambil apa yang seharusnya baik dan menyenangkan Allah dan menggunakannya untuk mengenyahkan Allah dari dalam akal budimu. Tidaklah sulit untuk membayangkan seorang yang memulai bisnisnya dengan tekad memuliakan Allah dalam segala hal, kemudian disesatkan. Ia memberikan perpuluhan dari keuntungan atau bahkan lebih bagi Kerajaan Allah dan Allah memberkatinya. Maka ia bekerja lebih keras, memperoleh lebih banyak keuntungan, memberikan lebih banyak lagi bagi Allah. Hal ini tampak dan terasa seperti berkat Allah, akan tetapi kerja keras dan tuntutan atas kesuksesannya mulai mendesak waktunya untuk membaca Firman dan doa pribadi.

Akal budi hanya dapat melindungi dari tipu muslihat kedagingan jika ia melihat kepada salib. Jika kita ingin mengetahui apa yang sepantasnya diterima oleh dosa, kita harus memahami arti salib. Jika kita ingin tahu betapa dalamnya jangkauan kebusukan dosa, kita harus benar-benar memahami implikasi-implikasi dari salib. Jika kita ingin tahu berapa jauh Allah rela berkorban untuk menyelamatkan kita dari dosa, kita harus melihat anak-Nya yang begitu dikasihi-Nya tergantung di kayu salib bagimu.

Allah telah memberikan kepada kita alat-alat yang mempunyai kemampuan untuk menghancurkan dosa, tetapi kedagingan akan melawan dengan segenap kekuatannya. Alat-alat yang diberikan kepada akal budi adalah meditasi dan doa pribadi. Di dalam meditasi dan doa ini kita membandingkan hati kita dengan Alkitab, membandingkan hidup kita dengan apa yang kita temukan di sana. Kita mempertimbangkan kebenaran sebagaimana terdapat di dalam Yesus, melihat hidup-Nya terbentuk di dalam diri kita.

Bermeditasi mengenai Allah bersama Allah
Penuhilah akal budi kita dengan karakter, kemuliaan, keagungan, kasih, keindahan dan kebaikan Tuhan. Berbicaralah kepada Allah saat kita memikirkan Dia secara mendalam, merendahkan jiwa kita di hadapan-Nya, mengagumi-Nya dan bersuka atas-Nya dan memberikan kemuliaan bagi-Nya (Mazmur 8:1)
Bermeditasi mengenai Firman di dalam Firman
Pelajarilah Firman yang tertulis untuk mengenal Firman yang hidup. Jangan pernah membiarkan tujuan kita mempelajari Alkitab hanya untuk menemukan pandangan baru untuk memuaskan keinginan kita untuk belajar atau untuk mendapatkan sesuatu yang menarik untuk dibagikan kepada kelompok kecil kita. Dan janganlah belajar dan berdoa tanpa bantuan Allah. Dialah yang dapat menerangi akal budi kita sehingga kita dapat mengerti kebenaran itu (1 Korintus 2:6-16). Dialah yang mengajarkan kita untuk berdoa saat kita tidak tahu apa yang harus kita katakan (Roma 8:26-27). Mintalah kepada-Nya untuk membuka bagimu akal budi dan kehendak-Nya, sehingga kita dapat semakin mengenal dan mengasihi-Nya.
Bermeditasilah mengenai dirimu di dalam Firman dan bersama Allah
Kuasa dari meditasi dan doa terletak pada kemampuan untuk pekerjaan-pekerjaan dosa seperti keuntungan apa saja yang didapat oleh kedagingan atas dirimu, pencobaan-pencobaan apa saja yang telah digunakannya dengan berhasil, kerusakan apa saja yang telah diakibatkanya dan kerusakan apa yang masih direncanakannya. Doa dan meditasi juga berseru kepada Roh Kudus untuk menggunakan Firman untuk menerangi setiap celah dalam jiwa kita, untuk menunjukkan kepada kita setiap kebutuhan dan bahaya nyata yang ada. Tanpa adanya tujuan dan keinginan tersebut maka doa dan meditasi tidak akan memberikan kemuliaan apa pun kepada Allah dan tidak akan membuat kita kudus atau memenuhi kita dengan suka cita. Tapi dengan hal tersebut di atas maka doa dan meditasi mencerminkan kedalaman jiwa kita, membongkar semua rencana dan rekaan hukum dosa dan menyeretnya ke dalam hadirat Allah. Di dalam terang Tuhan, semua imajinasi kedagingan dihakimi, dikutuk, dibenci dan diratapi (Yesaya 30:22).

Kedagingan yang berdiam di dalam diri kita juga tidak akan membiarkan kita bermeditasi dan berdoa. Kedagingan akan tetap menolak segala sesuatu yang berhubungan persekutuan dengan Allah, karena persekutuan dengan Allah membuatnya sesak. Ia akan melakukan apa saja untuk menghentikan doa dan meditasi kita.

Serangan ditujukan pada kelemahan kita
Ketika berada dalam serangan hebat dan bahaya, saat mereka seharusnya berdoa, para rasul Yesus justru jatuh tertidur (Matius 26:41). Kedagingan rohani mengambil keuntungan dari kelemahan kedagingan alamiah (tubuh). Hal inilah yang dilakukan Iblis terhadap Yesus ketika tubuh-Nya lemah setelah berpuasa empat puluh hari (Matius 4:1-3). Jika kita tidak menanamkan ke dalam akal budi kita bahwa doa dan meditasi adalah peralatan yang mutlak harus kita gunakan dan mencari anugerah Allah setiap hari untuk melawan kemalasan tubuh, kita akan memilih tidur setiap paginya dan tidak akan berlutut di hadapan takhta-Nya.

Serangan berupa tirani hal-hal yang mendesak
“Jika kita terlalu serius dengan perkara doa dan meditasi, kita tidak akan dihormati dalam pekerjaan sebagai pekerja keras, dan kita tidak akan mempunyai banyak waktu untuk bergaul dengan orang lain.” Logika kedagingan yang telah diputarbalikkan ini terdengar sangat masuk akal. Kedagingan tahu bahwa Allah telah memanggil kita untuk bekerja keras di dalam panggilan kita dan untuk menolong sesama dengan kasih. Tentu saja kedagingan lebih suka jika kita tidak melakukan hal apa pun yang baik dan menyenangkan Allah, tetapi jika ia dapat menggunakan pekerjaan dan kehidupan sosial kita untuk melemahkan persekutuan kita dengan Allah, maka ia pasti akan melakukannya. Ketika tidak ada cukup waktu untuk melakukan segala hal, ada yang harus dikorbankan. Kedagingan memberikan alasan bahwa pekerjaan kita tidak mungkin dikorbankan, karena kita mempunyai tanggung jawab terhadap atasan, kita tidak boleh lagi mengorbankan waktu untuk keluarga. Allah tidak menginginkan hal ini dan tentunya kita tidak seharusnya menjauhi pergaulan dengan teman kita, terutama jika mereka bukanlah orang percaya, karena kita mungkin menyakiti hati mereka dan membuat mereka tidak menyukai injil. Jadi yang dikorbankan adalah persekutuan kita dengan Allah. Tapi tentunya hidup tidak harus kaku. Ada saat-saat tertentu di mana pekerjaan kita memang membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang biasanya, ada saat-saat ketika keluarga kita membutuhkan perhatian yang lebih banyak dan saat-saat ketika doa kita harus diutamakan lebih daripada yang lainnya.

Serangan berupa pertukaran kewajiban
Kedagingan dapat saja memberikan alasan bahwa jika kita berdoa dengan keluarga atau pergi ke ibadah umum, itu sudah merupakan kerohanian yang cukup untuk menguatkan setiap orang. Kita tidak perlu lagi melakukan doa dan meditasi pribadi yang memeriksa diri.

Serangan berupa janji yang muluk
Biasanya kedagingan akan membujuk kita seperti “kita dapat berdoa dan bermeditasi minggu depan, sesudah kita melalui ujian fisika tengah semester atau setelah menyelesaikan laporan akhir tahun di tempat kerja, atau setelah menata halaman belakang rumah. Sesudah melakukan semua hal ini, maka kita akan lebih rajin dan setia.

Yakobus mengatakan bahwa kedagingan adalah “pemancing manusia.” (Ibrani 11:25) Kedagingan mengayunkan kenikmatan-kenikmatan dosa di hadapan kita, menghiasinya dengan semua yang dikatakannya sebagai kenikmatan, menjadikannya sebagai sesuatu yang membuat kita rela menjual jiwa untuk mendapatkannya. Menyamarkan bahaya dosa di bawah hiasan yang nikmat, inilah cara kedagingan mengait afeksi kita.
Kedagingan mempunyai visi melihat sebuah dunia yang bebas dari kelaliman pemerintahan Allah. Kedagingan membayangkan kebebasan untuk melakukan segala rencananya tanpa campur tangan dari hukum, atau perintah. Dan kedagingan menawarkan visi ini kepada imajinasi kita, membantu kita melihat kemungkinan-kemungkinan yang menggiurkan. Tapi ingatlah bahwa akal budi adalah penjaga jiwa. Tugasnya adalah memilah dan menghakimi kata-kata, perbuatan-perbuatan, keinginan-keinginan, pikiran-pikiran, kepercayaan-kepercayaan, dan emosi-emosi apa yang akan menyenangkan Allah.
Untuk melindungi afeksi kita, kita harus berhati-hati terhadap dua hal: objek dari afeksi kita dan kekuatan dari afeksi kita. Objek dari afeksi yaitu apa yang menjadi pusat perhatianmu, seharusnya selalu terpusat pada perkara-perkara sorgawi (Kolose 3:2). Pusatkanlah afeksi kita pada Allah sendiri, pada keindahan dan kemuliaan-Nya sendiri. Pusatkanlah hati kita pada Tuhan Yesus, yang terindah dari segalanya, harapan bangsa-bangsa. Selidikilah misteri Injil-Nya, segenap hikmat dan kasi Allah yang dinyatakan dalam Kristus, dan semua berkat yang telah dicurahkan-Nya bagi jiwa kita (Galatia 6:14).

Sering kali kita mencoba untuk berdalih atas tingkah laku kita yang tidak layak dengan mengatakan bahwa seseorang yang lebih tinggi menyuruh kita, dengan mengatakan bahwa kita tidak tahu atau dengan alasan ada paksaan dari luar atau desakan hati yang merampas kebebasan kita. Persetujuan kehendak adalah hal yang rumit. Kadang kita memberikan persetujuan kita kepada suatu hal secara rela, sepenuhnya, secara mutlak, sesudah mempertimbangkannya dengan hati-hati. Kadang kita bertindak menurut dorongan hati sesaat yang kemudian kita sesali dan tidak dapat menjelaskannya.

Dosa dengan sepenuh hati

Paulus dalam Efesus 4:19 berbicara tentang orang-orang yang “menyerahkan diri kepada hawa nafsu dan mengerjakan dengan serakah segala macam kecemaran.” Persetujuan kepada dosa seperti ini sangatlah penuh, mutlak dan disengaja. Inilah jenis persetujuan kepada dosa yang diberikan orang tidak percaya.

Dosa dengan keengganan
Ketika orang percaya melakukan dosa, selalu terdapat keengganan tersembunyi. Dalam Galatia 5:17 kita menemukan bahwa bukan hanya kedagingan yang berperang melawan Roh, tetapi Roh di dalam diri kita juga berperang melawan kedagingan. Roh di dalam diri kita berduka karena dosa kita dan tidak dapat bersuka cita karenanya. Ketika Petrus menyangkal Yesus, ia melakukan apa yang tidak dapat dilakukannya lagi. Ada sesuatu dalam dirinya yang membenci apa yang ia lakukan.Hikmat orang percaya adalah belajar mendengarkan suara perlawanan dari Roh, sekalipun gemanya di dalam hati nurani sangatlah lemah. Kebodohan orang percaya adalah mengabaikan suara itu berulang kali, hingga ia hampir tuli terhadapnya. Ini sama seperti melumasi dosa.

Bagian III
Kuasa dosa: Apa yang ia kerjakan?

Kedagingan tahu bahwa ia tidak akan berhasil melawan kita dalam satu pukulan. Dosa yang berdiam di dalam diri kita memanfaatkan kemalasan dan kelalaian alamiah kita menyangkut perkara-perkara rohani, menggoda kita untuk mengesampingkan tugas-tugas rohani satu demi satu. Kedagingan tidak akan meniadakan Allah dari pikiran kita dalam serangan pertamanya. Tetapi ia akan menyesatkan kita sehingga semakin kurang memikirkan Allah, meyakinkan kita bahwa kita bisa hidup dengan doa yang sedikit berkurang, sampai akhirnya meyakinkan kita bahwa kita bisa hidup tanpa berbicara dengan Allah sama sekali.

Kedagingan akan membiarkan kita terus melakukan kegiatan jasmani daripada tugas rohani kita sehingga ibadah kita menjadi sesuatu yang berbau busuk bagi Allah (Ibrani 12:28-29). Allah tidak akan menerima penyembahan yang sebatas jasmaniah. Ketika kita berurusan dengan-Nya, Ia menuntut segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan. Tidak hanya tubuh kita, tetapi juga pemikiran-pemikiran, kerinduan-kerinduan, dan impian-impian kita, diri kita seutuhnya (Yohanes 4:23-24). Mendekati Allah tanpa rasa gentar sama saja artinya dengan mendekati-Nya tanpa memikirkan siapakah diri-Nya: Allah atas alam semesta, yang memegang semua bangsa dalam genggaman-Nya, yang dapat menciptakan dan menghancurkan (Mazmur 50).

Kedagingan ingin mengalihkan pikiran kita dari kesederhanaan Injil, sehingga Yesus bukan lagi segalanya bagi kita. Dosa menggiring kita menuju agama atau politik atau moralitas sebagai pengganti kasih kita kepada-Nya. Dosa menggoda kita untuk menjadikan hidup kita sebagai tujuan utamanya. Ada banyak aktivis yang begitu giat namun tidak pernah mengangkat kepala mereka untuk melihat kepada Kristus. Mereka telah kehilangan kasih mereka yang mula-mula di tengah kesibukan aktivitas mereka.

Dalam kitab Mazmur, Daud mengungkapkan doanya tentang dosa-dosanya itu telah menghancurkan dan membutakannya sehingga ia tidak bisa lagi memandang kepada Allah. Dosa-dosa itu bagaikan borok luka yang tak tertangani dan membinasakan cintanya kepada Tuhan (Mazmur 40:12;38:5). Dosa yang tidak ditinggalkan dan terus dinikmati pada akhirnya akan memadamkan api dari kasih yang mula-mula.

Paulus mengutuk pengetahuan yang tampak makin berkembang tetapi tidak pernah menggerakkan hati. Ketika Paulus mengatakan hal tersebut kepada jemaat Korintus, ia tidak menyarankan agar mereka berhenti mempelajari Firman Allah (1 Korintus 8:1). Seseorang yang memiliki kepala yang besar dan hati yang kecil bisa mempelajari doktrin dosa, tetapi tidak pernah insaf akan dosanya. Orang tersebut dapat mempelajari ajaran tentang anugerah dan pengampunan dan pendamaian yang luar biasa bagi dosa, tetapi tidak pernah merasakan damai sejahtera Allah yang melampaui akal budi. Ketika kedagingan membawa seseorang sampai pada taraf ia dapat duduk mendengarkan ajaran Firman dan bahkan menyukai keindahan intelektualnya, tetapi tidak pernah berubah, ia telah memadamkan api kasih semula yang ada pada orang itu.

Kedagingan mencoba untuk memadamkan api kasih kita secara perlahan dengan membujuk kita untuk hidup sesuai dengan kebijaksanaannya, bukan hikmat Allah. Kebijaksanaan kedagingan adalah kepercayaan kepada diri sendiri atau kepada kedagingan. Allah mengutuk kebijaksanaan seperti ini dalam Yesaya 47:10. Orang percaya tidak mungkin dapat menyanyikan “I love You, Lord” bersama-sama dengan “I did it my way”. Kemandirian adalah lawan dari iman dan kasih. Iman dan kasih saling mempercayai, rasa percaya diri sendiri dari kedagingan memadamkan api kasih yang semula.

Seseorang yang menyatakan diri sebagai seorang Kristen dan berkata bahwa ia mengasihi Allah tetapi tidak ingin bergaul dengan-Nya dan tidak merasa senang dengan ide ini, bukanlah seorang yang sungguh-sungguh mencintai Allah. Jika setiap hari ia tidak menyerahkan hatinya kepada Allah dan juga tidak menerima hati Allah, jika setiap hari ia tidak memperbarui kebenciannya terhadap dosanya sendiri dan kesukaan hatinya akan rahmat Allah, ia tidak mempunyai hubungan dengan Allah. Kedagingan akan menggunakan banyak tipu daya untuk membuat kita menjauhi doa dan meditasi. Kedagingan akan memberi alasan bahwa kita harus lebih mementingkan tubuh sebelum mengurus roh kita, karena jika tubuh kita mati, kita tidak lagi berguna bagi Allah. Hingga kita bekerja keras untuk mendapatkan uang untuk mencukupi keluargamu sampai pada akhirnya kita tidak lagi mempunyai waktu untuk berbicara dengan Allah. Kita memberikan pertunjukan besar tentang kasih dan iman di gereja, menyanyi seperti Pavarotti atau menarik banyak orang datang ke sekolah minggu. Tetapi tanpa persekutuan pribadi antara kita dan Yesus. Persekutuan yang teratur dan mendalam maka agama kita itu sia-sia. Kita telah kehilangan kasih kita yang semula (Wahyu 2:4-5).


Bagian IV
Memaku Tutup Peti Mati Dosa

Ketika Yesaya melihat Allah di takhta-Nya di Bait Suci, sang nabi menjadi tak berdaya (Yesaya 1-6). Ketika Ayub penuh dengan kesombongan, Allah mengasihinya dan menghantamnya dengan kemuliaan-Nya dari dalam badai sampai Ayub hancur (Ayub 42:5-6). Keagungan Allah meng-Xray jiwa dan menunjukkan bahwa jiwa tersebut telah dipenuhi dosa. Jiwa melihat seperti apa adanya Allah itu di dalam kemuliaan-Nya, melihat seperti apa dirinya sendiri di dalam kesakitannya, dan menguburkan wajahnya di dalam debu. Kemudian penyembuhan pun dimulai.

Kita mempunyai sebuah permasalahan yang menolong kita di dalam memikirkan kebesaran Allah: kita tidak dapat melakukannya! Allah terlalu besar. Pikiran kita yang kecil tidak dapat menyelami Allah. Dan ini membantu kita, karena merendahkan diri kita di hadapan-Nya.
Allah sering kali mendeskripsikan diri-Nya dengan memberitahukan pada kita apa yang tidak dapat kita ketahui tentang diri-Nya. Kita tidak dapat melihat-Nya, tidak dapat memahami-Nya. Pada kenyataannya, tidak ada seorang pun yang sama seperti Allah (Keluaran 8:10;15:11;Roma 11:33-36;1 Korintus 2:16; Kolose 1:15; 1 Timotius 1:17;6:16).

Allah dalam kedaulatan-Nya memiliki hak istimewa untuk memberikan anugerah-Nya kepada siapa saja yang Ia inginkan (Roma 9:18). Bahkan terhadap orang-orang yang telah Ia pilih untuk dipanggil, dibenarkan, dan disucikan. Allah tetap sebagai pemegang hak istimewa untuk menyatakan damai sejahtera dalam hati nurani mereka (Yesaya 57:15-19). Ketika Tuhan menciptakan damai sejahtera bagi orang-orang menurut kehendak-Nya, hanya Kristus yang memiliki hak khusus untuk mengumumkan damai itu (Wahyu 3:14).

Satu-satunya obat bagi dosa kita adalah anugerah Allah melalui darah Kristus. Karena itu, ketika kita terluka oleh dosa dan merasa terpisah dari Allah dan umat-Nya, kita mencari-Nya untuk mendapatkan kesembuhan dan kedamaian hati. Membenci dosa tidaklah sama dengan takut terhadap akibat-akibat dari perbuatan dosa. Ketika kita membenci dosa, kita melihatnya dengan cara yang sama seperti ketika Allah melihatnya, betapa najisnya dosa itu. Dan hati kita menangis dengan kebencian terhadap diri kita sendiri. Kemudian Allah menghibur kita dengan anugerah-Nya di dalam Kristus.
Tetapi orang-orang mencoba menyembuhkan diri mereka sendiri tapi hal tersebut tidak memberikan kemanisan dan kepuasan bagi jiwa bahkan tidak dapat mengubah hidup. Lainhalnya ketika Allah menyatakan damai sejahtera, Ia membalikkan umat-Nya dari dosa mereka.

Iman adalah segala bukti yang kita miliki tentang Allah yang tidak terlihat ini (Ibrani 11:1). Ini adalah satu-satunya cara kita dapat datang kepada-Nya (ayat 6). Segala hubungan kita dengan-Nya dalam hidup ini dapat diringkas sebagai berjalan dalam iman (2 Korintus 5:7). Kita hanya mempercayai apa yang dikatakan-Nya tentang diri-Nya. Inilah cara kita mengenal-Nya. Tetapi pengenalan kita akan Allah dalam iman adalah satu-satunya yang kita perlukan untuk membunuh dosa. Kita hanya sedikit mengenal-Nya, tetapi kita mengenal-Nya secara benar, cukup untuk lebih mengasihi-Nya, lebih menikmati-Nya, dan melayani-Nya, lebih menaati-Nya dan mempercayai-Nya.

Hanya darah Yesus yang dapat menyelamatkan kita dari dosa. Di dalam Kristus telah tersimpan kekuatan yang begitu besar untuk melepaskan kita (Filipi 4:13;Yohanes 1:16;Kolose 1:19;Kisah Para Rasul 5:31). Dan jika Ia memberikan pertobatan, Ia kemudian mematikan kedagingan, karena tidak mungkin ada pertobatan tanpa pukulan terhadap kedagingan. Menerapkan iman pada Kristus merupakan cara kita untuk tinggal di dalam-Nya dan menemukan kekuatan-Nya yang membersihkan (Yohanes 15:3; Roma 11:20).

Pada waktu kita bertanya atas dasar apakah kita harus membangun pengharapan kita, ingatlah bahwa kita tidak mempunyai pilihan lain. Kepada siapa kita akan pergi? Hanya Kristus yang memiliki firman kehidupan (Yohanes 6:68). Tanpa-Nya kita tidak dapat melakukan apa-apa (Yohanes 15:5). Satu-satunya kekuatan kita berasal dari Kristus yang berdiam di dalam kita oleh karena iman (Efesus 3:16-17). Kita hanya dapat membunuh kejahatan kedagingan oleh roh (Roma 8:13). Dan siapakah yang mengutus dan memerintahkan Roh kecuali Kristus?
Pandanglah pada kematian Kristus untuk mendapatkan kekuatan. Pandanglah pada kematian-Nya supaya kita menjadi serupa dengan Dia dan mati terhadap dosa.

Ketika kita dengan iman menerapkan semua sarana anugerah yang telah Allah berikan untuk membunuh kedagingan, ingatlah bahwa Rohlah yang bekerja pada setiap bagiannya untuk membawa kemenangan dari Kristus.
Rohlah satu-satunya yang meyakinkan kita tentang bahaya dosa
Rohlah satu-satunya yang membukakan dan mengajarkan kepenuhan Kristus bagi pelepasan kita. Dan hal ini membuat kita tidak kehilangan pengharapan dalam berperang.
Rohlah satu-satunya yang meneguhkan hati kita di dalam pengharapan akan pertolongan dari Kristus.
Rohlah satu-satunya yang menanamkan salib di dalam hati kita dengan kuasa-Nya untuk membunuh dosa.
Roh adalah Pencipta dan Penggenap pengudusan dalam hati kita dengan kuasa-Nya untuk membunuh dosa
Rohlah satu-satunya yang mendukung kita ketika kita berseru kepada Allah dalam duka kita atas dosa.

Ekskursus
Mengasihi Allah dengan segenap akal budimu

Untuk menyenangkan Allah tidaklah cukup hanya dengan mematuhi apa yang difirmankan-Nya. Cara kita melakukan juga harus sesuai dengan peraturan Allah. Tugas utama akal budi adalah memperhatikan peraturan-peraturan dan menerapkan dalam segala hal yang kita lakukan di hadapan Allah (Efesus 5:15). Beberapa tugas akal budi untuk setiap hal yang menyenangkan Allah:
Menaati dengan sepenuhnya
Akal budi harus belajar untuk mengetahui setiap hal yang menyenangkan Allah
Menaati dengan iman
Setiap tugas harus dilaksanakan di dalam iman, di dalam kekuatan dari Kristus (Yohanes 15:5; Efesus 2:10; Roma 1:5; Kolose 3:4). Tidak ada tindakan hidup yang rohani, tidak ada tugas yang diterima oleh Allah yang dapat dilakukan tanpa karya aktual dari Kristus yang merupakan hidup kita (Galatia 2:20)
Menaati dari hati
Tugas yang dipersembahkan bagi Allah sebagai tindakan akal budi dan kehendak tetapi tanpa afeksi adalah hal yang menjijikkan bagi Allah. Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.
Menaati cara Allah
Akal budi harus memastikan bahwa kita melakukan setiap hal sesuai dengan cara dan sarana yang telah Allah perintahkan.
Menaati Allah untuk tujuan-tujuan Allah
Akal budi harus bertujuan selalu bagi kemuliaan Allah di dalam Kristus (1 Korintus 10:31).

Serangan balasan kedagingan untuk menyabot pemikiran yang kudus:
Janganlah terlalu spesifik
Kedagingan ingin agar akal budi kita merasa puas hanya dengan memikirkan hal-hal yang menyenangkan Allah secara umum saja. Tanpa pernah memikirkan cara-cara khusus untuk memuliakan Allah dalam pernikahan, pekerjaan, atau dalam suatu percakapan.
Puaslah hanya dengan sekadar melaksanakan tugas
Kedagingan membuat kita mempunyai pemikiran bahwa jika kita telah melakukan apa yang dikatakan Allah dan memuaskan-Nya, maka kita dapat melakukan apa saja yang ingin kita lakukan.
Menjadi rutinitas
Kedagingan membuat kita patuh sebatas jasmani, tetapi tidak pernah mempersembahkan satu tindakan ketaatan yang dapat diterima Allah, karena kita hanya melakukannya secara jasmaniah sebagai rutinitas.

Salah satu cara yang telah Allah berikan untuk mengalahkan kuasa dan tipu muslihat hukum dosa yang berdiam dalam diri kita adalah dengan membuat akal budi kita bekerja bukan hanya untuk taat, tetapi juga untuk melawan dosa.

Pikirkanlah kedaulatan Allah
Hanya ada satu Pemberi Hukum, yang kudus dan benar, yang memegang kuasa dan otoritas yang berdaulat. Ia dapat menyelamatkan dan menghancurkan.
Pikirkanlah hukuman atas dosa (Keluaran 34:7; Ibrani 12:29; Roma 1:32)
Pikirkanlah segenap kasih dan kebaikan Allah yang terhadap-Nya setiap dosa dilakukan
Ketika kasih Allah menyentuh jiwa kita dan menggerakkan kita dan kita tahu bahwa setiap dosa adalah melawan Kekasih jiwa kita, maka kita tidak akan berbuat dosa. (Ulangan 32:6; 2 Korintus 7:1; 2 Korintus 6:17-18; 1 Yohanes 3:1-3; 1 Raja 11:9)
Pikirkanlah tentang darah dan perantaraan Kristus (2 Korintus 5:14-15)
Pikirkanlah tentang berdiamnya Roh Kudus di dalam diri kita. Hak paling istimewa di dalam dunia yang boleh kita miliki oleh karena anugerah Allah

1 comment:

Christian View 21st Century said...

Buku ini membahas mengenai doktrin dosa dan menyatakan bahwa dosa itu begitu serius mempengaruhi manusia bahkan orang percaya. Karena itu orang percaya harus berperang melawan dosa dengan cara yang kelihatannya sering kita dengar dan sederhana tetapi sesungguhnya perlu pergumulan yang berat dan perlu dilakukan yaitu : meditasi Firman, doa dan meditasi diri dengan Firman. Masihkah anda berelasi dengan Tuhan ? Masihkah anda berdoa dan membaca Firman ? Bila tidak maka dosa akan lebih masuk dan mempengaruhi hidup anda. Tetapi maukah anda makin lepas dari pengaruh dosa ? Renungkan Firman dan berdoa ! “Dengan apakah seorang muda mempertahankan jalannya yang bersih. Dengan menjaganya sesuai dengan FirmanMu” ( Maz 119: )